Minggu, 14 Februari 2010

proposal skripsi fenomena kenakalan remaja (juvenile delinkuency sosial )

JUDUL SKRIPSI : “FENOMENA KENAKALAN REMAJA DAN PENGARUHNYAH PADA KARAKTER SISWA” (Studi Kasus di SMP Negeri 3 Subang)”.

LATAR BELAKANG

Fenomena kenakalan remaja (juvenile delinquency) adalah merupakan masalah yang sangat penting dan menarik untuk dibahas. Karena, seseorang yang namanya remaja (juvenile) yang merupakan bagian dari generasi muda adalah aset Nasional dan merupakan tumpuhan harapan bagi masa depan bangsa dan Negara serta agama. Untuk mewujudkan semuanya dan demi kejayaan bangsa dan Negara serta agama kita ini, maka sudah tentu semestinya ini adalah merupakan kewajiban dan tugas kita semua baik orang tua, pendidik pemerintah untuk mempersiapkan generasi muda menjadi generasi yang tangguh dan berwawasan atau berpengetahuan yang luas dengan jalan membimbing dan menjadikan mereka semua sehingga menjadi warga Negara yang baik dan bertanggung jawab secara moral. Namun dengan proses pembimbingan dan mengarahkan generasi muda yang tangguh dan memiliki wawasan atau pengetahuan yang luas saja tidaklah cukup rasanya, akan tetapi semuanya haruslah di lengkapi dengan adanya penanaman jiwa keberagamaan yang tinggi. Dan berkaitan dengan hal ini maka Winarno Surakhmad mengatakan:
“Adalah suatu fakta di dalam sejarah pembangunan umat yang akan memelihara keberlangsungan hidupnya untuk senantiasa menyerahkan dan mempercayakan hidupnya di dalam tangan generasi yang lebih muda. Generasi muda itulah yang kemudian memikul tanggung jawab untuk tidak saja memelihara kelangsungan hidup umatnya tetapi juga meningkatkan harkat hidup tersebut. Apabila generasi muda yang seharusnya menerima tugas penulisan sejarah bangsanya tidak memiliki kesiapan dan kemampuan yang diperlukan oleh kehidupan bangsa itu, niscaya berlangsung kearah kegersangan menuju kepada kekerdilan dan keterpurukan yang akhirnya sampai pada kehancuran. Karna itu, kedudukan angkatan muda dalam suatu masyarakat adalah vital bagi masyarakat itu.
jika kita lihat pendapat di atas mengandung arti bahwa tanggung jawab dari generasi muda (remaja) di masa yang akan datang sangatlah berat, yaitu mempertahankan kelangsungan hidup dan meningkatkan harkat hidup umat manusia. Untuk itu adanya upaya-upaya pendidikan dan pembinaan moral (akhlak) terhadap remaja sebagai generasi penerus suatu bangsa sangatlah wajar dan mutlak diperlukan dengan kepribadian yang memiliki budi pekerti dan akhlak yang mulia sebagai bekal hidup dimasa yang akan datang. Yang sudah pasti tantangan dan hambatan untuk membangun sebuah kemajuan atau peradapan baru lebih besar dari saat ini. Sebab apabila dari pribadi generasi muda telah memiliki budi pekerti dan akhlak yang mulia, maka keberlangsungan hidup suatu bangsa akan dapat di pertahankan. Namun sebaliknya, apabila para remaja memiliki akhlak yang rendah atau rusak, maka akan terjadilah kerusakan terhadap keberlangsungan hidup bangsa itu.
Setiap orang menyadari bahwa harapan di masa yang akan datang terletak pada putra putrinya, sehingga hampir setiap orang berkeinginan agar putra putrinya kelak menjadi orang yang berguna. Oleh karna itu, perlu pembinaan yang terarah bagi putra putrinya sebagai generasi penerus bangsa, sehingga mereka dapat memenuhi harapan yang di cita-citakan. Pembinaan dan pengembangan generasi muda dilakukan secara nasional, menyeluruh dan terpadu. Pembinaan dan pengembangan generasi muda merupakan tanggung jawab bersama antara guru, keluarga, masyarakat, pemuda dan pemerintah serta di tunjukkan untuk meningkatkan kualitas generasi,muda.

Namun kenyataan telah menunjukkan bahwa perubahan zaman di Era Globalisasi yang ditandai dengan kemajuan (IPTEK) ilmu pengetahuan dan teknologi selalu mengakibatkan perubahan sosial, dengan semakin canggihnya teknologi komunikasi, transportasi dan sistem informasi membuat perubahan masyarakat semakin melaju dengan cepat. Dalam menghadapi situasi yang demikian remaja sering kali memiliki jiwa yang lebih sensitif, yang pada akhirnya tidak sedikit para remaja yang terjerumus ke hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai moral, norma agama, norma sosial serta norma hidup dimasyarakat oleh karena itu remaja akan cenderung mempunyai tingkah laku yang tidak wajar dalam arti melakukan tindakkan yang tidak pantas.

Prof. Dr.Zakiyah Daradjat menyatakan: Di negara kita persoalan ini sangat menarik perhatian, kita dengar anak belasan tahun berbuat jahat (dursila), menganggu ketentraman umum misalnya: mabuk-mabukan, kebut kebutan dan main-main dengan wanita. Apakah yang menimbulkan kenakalan remaja tersebut? Barangkali jawaban pertanyaan inilah yang dapat dipakai sebagai landasan berpijak untuk menemukan berbagai aternatif pemecahannya. Dalam bukunnya “Kesehatan Mental” mengemukakan beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kenakalan remaja adalah sebagai berikut: (Kurang pendidikan, Kurang pengertian orang tua tentang pendidikan, Kurang teraturnya pengisian waktu, Tidak stabilnya keadaan sosial, politik dan ekonomi, Banyaknya film dan buku-buku bacaan yang tidak baik, Menyusutnya moral dan mental orang dewasa, Pendidikan dalam sekolah yang kurang baik, Kurangnya perhatian masyarakat dalam pendidikan anak).
Adapun gejala-gejala kenakalan remaja atau siswa yang di lakukan di sekolah jenisnya bermacam-macam, dan bisa di golongkan kedalam bentuk kenakalan yang berbentuk kenakalan ringan. Adapun bentuk dan jenis kenakalan ringana adalah: (Tidak patuh kepada orang tua dan guru, Lari atau bolos dari sekolah, Sering berkelahi, Cara berpakaian yang tidak sopan)
Meskipun kenakalan yang terjadi masih dalam bentuk kenakalan yang ringan hal itu sudah termasuk dalam kurangnya penghayatan dan pemahaman terhadap nilai-nilai pancasila dalam pendidikan kewarganegaraan yang di ajarkan oleh guru. Dan hal itu merupakan sifat yang tercela dan tidak mencerminkan etika ajaran yang baik. Beberapa faktor penyebab kenakalan remaja (juvenile delinquency) yang tampak dalam kutipan di atas dapat diamati bahwa faktor-faktor tersebut bersumber pada tiga keadaan yang terjadi dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat sosial. Oleh karna itu upaya untuk mengatasinya merupakan tanggung jawab bersama antara orang tua, guru di sekolah dan masyarakat sosial. Kegiatan pendidikan di sekolah, sampai saat ini masih merupakan wahana sentral dalam mengatasi berbagai bentuk kenakalan remaja yang terjadi. Oleh karna itu segala apa yang terjadi dalam lingkungan di luar sekolah, senantiasa mengambil tolak ukur aktivitas pendidikan dan pembelajaran sekolah. Hal seperti ini cukup disadari oleh para guru dan pengelolah lembaga pendidikan, dan mereka melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi dan memaksimalkan kasus-kasus yang terjadi akibat kenakalan siswanya melalui penerapan tata tertib pembelajaran moral, agama dan norma-norma susila lainnya. Oleh karma itu, kedudukan guru terutama Guru pendidikan kewarganegaraan (Pkn) memiliki peran yang sangat penting dalam turut serta mengatasi terjadinya kenakalan siswanya, sebab guru Pkn adalah merupakan sosok yang bertanggung jawab langsung terhadap pembinaan moral dan menanamkan norma hukum tentang baik buruk serta tanggung jawab seseorang atas segala tindakan kenakalan yang dilakukan ramaja (siswa dan siswi baik di kalanga sekolah dan lingkungan social.

Mengingat betapa pentingnya peranan remaja sebagai generasi muda bagi masa depan bangsa. Maka masalah tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian terhadap remaja yang masih mempunyai status siswa. Dengan demikian peneliti dapat melihat lebih dekat terhadap kehidupan remaja, khususnya remaja atau siswa yang pernah atau telibat kenakalan.

IDENTIFIKASI MASALAH
Bertitik tolak dari latar belakang masalah, agar nantinya lebih terarah dalam hal penulisan maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:
Apakah terdapat perbedaan latar belakang sosial anak nakal di bandingkan dengan anak biasa?
Bagaimana karakter anak nakal di bandingkan anak biasa yang mencakup aspek kepribadianya?
Faktor apa saja yang melatar belakangi timbulnya kenakalan remaja di sekolah?
Adakah hubungan anak nakal dan anak biasa dengan karakternya secara pribadi?

VARIABLE PENELITIAN
Variable merupakan sesuatu yang penting untuk di perhatikan dalam penelitian. Suharsimi arikunto (1997;99) merupakan pariable adalah gejala yang bervariasi, yang menjadi objek penelitian biasanya dalam penelitian terdapat pariable penyebab (indevenden variable) atau variable bebas dengan tanda X dan variable akibat dengan (dependen variable) atau variable terkait dengan tanda Y.
Bila dikaitkan dengan judul : “ Fenomena kenakalan remaja dan pengaruhnya pada karakter siswa di sekolah”. Penelitian ini dapat di tentukan variablenya sebagai berikut :
Kenakalan remaja sebagai Variable bebas X (indevendent variable) dalam penelitian ini adapun yang menjadi indikatornya adalah : (Hubungan anak dengan hiburamya, Hubungan anak dan sekolah, Hubungan anak dan agama (spiritual), Hubungan anak dan norma social).
Karakter siswa sebagai variable terikat Y (dependent variable) dalam penelitian ini adapun yang menjadi indikatornya adalah : (Cinta tuhan dan segenap ciptaanya, Kemandirian dan tanggungjawab, Kejujuran/amanah, bijaksana, Hormat dan santun, Darmawan, suka menolong, gotongroyong, Percaya diri, kretif dan ekerja keras, Kepemimpinan dan keadilan, Baik dan rendah hati, Toleransi dan rendah hati.


E. TUJUAN PENELITIA
Secara umum penelitian ini untuk meneggali, mengkaji dan mengetahui tentang juvenile delinkuent (kenakalan remaja) di sekolah, secara khusus yang menjadi tujuan penelitian adalah:
Apakah terdapat perbedaan latar belakang sosial anak nakal di bandingkan dengan anak biasa?
Bagaimana karakter anak nakal di bandingkan anak biasa yang mencakup aspek kepribadianya?
Faktor apa yang melatar belakangi timbulnya kenakalan remaja di sekolah?
Adakah hubungan anak nakal dan anak biasa dengan karakternya secara pribadi?
F. KEGUNAAN PENELITIAN
Kualitas serta kapasitas suatu penelitian dapat dilihat dari segi kegunaan yang diberikan dari hasil penelitian. Dengan diadakan penelitian ini, maka diharapkan dapat bermanfaat baik bagi ilmu pengetahuan maupun bagi masyarakat umum.
Adapun kegunaan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi ini mencakup kegunaan secara teoritis dan kegunaan secara praktis, sebagai berikut:
kegunaan secara teoritis
Melalui penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan temuan - temuan baru yang akan berguna bagi perkembangan disiplin ilmu pendidikan kewarganegaraan, serta menambah wawasan pengetahuan khususnya tentang fenomena kenakalan remaja dan pengaruhnya pada karakter siswa.
kegunaan secara praktis
penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat bagi penulis sebagai bekal calon seorang pendidik pada bidang mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sehingga diharapkan penelitian ini dapat menambah bahan kajian untuk pengembangan yang lebih mendalam dan lebih luas dimasa yang akan datang.
Pendidik
memberikan bahan pertimbangan bagi para pendidik khususnya bagi para pendidik pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan dalam perkembangan moral remaja.
Sekolah
memberikan bahan pertimbangan bagi sekolah bahwa selain mencetak peserta didik yang berprestasi baik namun peserta didik juga harus dibekali dengan bekal moral yang baik, agar kelak ketika terjun dimasyarakat memiliki moral yang baik
Bagi Orang tua :
Agar dapat mengembangkan fungsi dan perannya sebagai sosial kontrol terhadap setiap masalah yang timbul dalam masyarakat, khususnya dalam masalah kenakalan remaja.
Universitas Pendidikan Indonesia
Memberikan wawasan ilmiah khususnya bagi jurusan pendidikan kewarganegaraan (PKn) mengenai fenomena kenakalan remaja dan pengaruhnya pada karakter siswa
G. TINJAUAN TEORETIS
a. Tinjauan Tentang Kecenderungan Kenakalan Remaja
Pengertian Kenakalan Remaja (juvenile delinquency)
kenakalan remaja biasa di sebut dengan masalah juvenile berasal dari bahasa latin juvenilis, yang artinya anak-anak, anak muda, cirri-ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja, sedangkan delinquent berasal dari bahasa latin “delinquere” yang berarti terabaikan, mengabaikan,yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, nakal, anti sosial, kriminal, pelanggaran aturan, pembuat rebut, pengacau peneror, durjana dan lain sebagainya. Juvenile delinquency atau kenakalan remaja adalah prilaku jahat (dursila) atau kenakalan anak-anak muda merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang di sebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan remaja mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima oleh sosial sampai pelanggaran setatus hingga tindak keriminal. (kartono, 2003).
Menurut Simanjuntak kenakalan remaja adalah perbuatan dan tingkah laku yang merupakan perkosaan terhadap norma hukum dan pelanggaran-pelanggaran terhadap kesusilaan yang dilakukan oleh para Juvenile Deliquents.
Mussen dkk (1994), mendefinisikan kenakalan remaja sebagai prilaku yang melanggar hukum atau kejahatan yang biasanya dilakukan oleh anak remaja yang berusia 16-18 tahun, jika perbuatan ini dilakukan oleh orang remaja maka akan mendapat sanksi hukum. Hurloch (1973) juga menyatakan kenakalan remaja adalah tindakan pelanggaran hukum yang di lakukan oleh remaja, dimana tindakan tersebut membuat seseorang individu yang melakukanya masuk penjara. Sama halnya dengan Conger (1976) & Dusek (1977) mendefinisikan kenakalan remaja sebagai satuan kenakalan yang di lakukan oleh seseorang induvidu yang berumur dari bawah umur 16-18 tahun yang melakukan prilaku yang dapat dikenai sanksi atau hukuman. Menurut Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Monks, dkk (2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan remaja yang di perpendek.
Secara umum merka di anggap ada dalam satu periode transisi dengan tingkah laku anti sosial yang potensial,di sertai dengan banyak pergolakan hati atau kekisruhan batin pada fase-fase remaja dan adolesens. Maka segala kejahatan dan keberandalan yang muncul itu merupakan akibat dari prosese perkembangan pribadi anak yang mengandung unsure dan usaha :
Kedewasaan seksual;
Pencarian suatu identitas kedewasaan (Erikson, 1962);
Adanya ambisi materil yang tidak terkendali;
Kekurangan atau tidak adanya disiplin diri
Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kecenderungan Kenakalan Remaja
Faktor-faktor kenakalan remaja menurut Santrock, (1996) lebih rinci di jelaskan sebagai berikut :

Identitas
Menurut teori perkembangan yang dikemukakan oleh Erikson (dalam Santrock, 1996) masa remaja ada pada tahap di mana krisis identitas versus difusi identitas harus di atasi. Perubahan biologis dan sosial memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi terjadi pada kepribadian remaja: (1) terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya dan (2) tercapainya identitas peran, kurang lebih dengan cara menggabungkan motivasi, nilai-nilai, kemampuan dan gaya yang dimiliki remaja dengan peran yang dituntut dari remaja. Erikson percaya bahwa delinkuensi pada remaja terutama ditandai dengan kegagalan remaja untuk mencapai integrasi yang kedua, yang melibatkan aspek-aspek peran identitas. Ia mengatakan bahwa remaja yang memiliki masa balita, masa kanak-kanak atau masa remaja yang membatasi mereka dari berbagai peranan sosial yang dapat diterima atau yang membuat mereka merasa tidak mampu memenuhi tuntutan yang dibebankan pada mereka, mungkin akan memiliki perkembangan identitas yang negatif. Beberapa dari remaja ini mungkin akan mengambil bagian dalam tindak kenakalan, oleh karena itu bagi Erikson, kenakalan adalah suatu upaya untuk membentuk suatu identitas, walaupun identitas tersebut negatif.

Kontrol diri
Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk mengembangkan kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku. Beberapa anak gagal dalam mengembangkan kontrol diri yang esensial yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan. Kebanyakan remaja telah mempelajari perbedaan antara tingkah laku yang dapat diterima dan tingkah laku yang tidak dapat diterima, namun remaja yang melakukan kenakalan tidak mengenali hal ini. Mereka mungkin gagal membedakan tingkah laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, atau mungkin mereka sebenarnya sudah mengetahui perbedaan antara keduanya namun gagal mengembangkan kontrol yang memadai dalam menggunakan perbedaan itu untuk membimbing tingkah laku mereka. Hasil penelitian yang dilakukan baru-baru ini Santrock (1996) menunjukkan bahwa ternyata kontrol diri mempunyai peranan penting dalam kenakalan remaja. Pola asuh orangtua yang efektif di masa kanak-kanak (penerapan strategi yang konsisten, berpusat pada anak dan tidak aversif) berhubungan dengan dicapainya pengaturan diri oleh anak. Selanjutnya, dengan memiliki ketrampilan ini sebagai atribut internal akan berpengaruh pada menurunnya tingkat kenakalan remaja.

Usia
Munculnya tingkah laku anti sosial di usia dini berhubungan dengan penyerangan serius nantinya di masa remaja, namun demikian tidak semua anak yang bertingkah laku seperti ini nantinya akan menjadi pelaku kenakalan, seperti hasil penelitian dari McCord (dalam Kartono, 2003) yang menunjukkan bahwa pada usia dewasa, mayoritas remaja nakal tipe terisolir meninggalkan tingkah laku kriminalnya. Paling sedikit 60 % dari mereka menghentikan perbuatannya pada usia 21 sampai 23 tahun.


Jenis kelamin
Remaja laki- laki lebih banyak melakukan tingkah laku anti sosial daripada perempuan. Menurut catatan kepolisian Kartono (2003) pada umumnya jumlah remaja laki- laki yang melakukan kejahatan dalam kelompok gang diperkirakan 50 kali lipat daripada gang remaja perempuan.

Harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah
Remaja yang menjadi pelaku kenakalan seringkali memiliki harapan yang rendah terhadap pendidikan di sekolah. Mereka merasa bahwa sekolah tidak begitu bermanfaat untuk kehidupannya sehingga biasanya nilai-nilai mereka terhadap sekolah cenderung rendah. Mereka tidak mempunyai motivasi untuk sekolah. Riset yang dilakukan oleh Janet Chang dan Thao N. Lee (2005) mengenai pengaruh orangtua, kenakalan teman sebaya, dan sikap sekolah terhadap prestasi akademik siswa di Cina, Kamboja, Laos, dan remaja Vietnam menunjukkan bahwa faktor yang berkenaan dengan orangtua secara umum tidak mendukung banyak, sedangkan sikap sekolah ternyata dapat menjembatani hubungan antara kenakalan teman sebaya dan prestasi akademik.

Proses keluarga
Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja. Kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap aktivitas anak, kurangnya penerapan disiplin yang efektif, kurangnya kasih sayang orangtua dapat menjadi pemicu timbulnya kenakalan remaja. Penelitian yang dilakukan oleh Gerald Patterson dan rekan-rekannya (dalam Santrock, 1996) menunjukkan bahwa pengawasan orang tua yang tidak memadai terhadap keberadaan remaja dan penerapan disiplin yang tidak efektif dan tidak sesua i merupakan faktor keluarga yang penting dalam menentukan munculnya kenakalan remaja. Perselisihan dalam keluarga atau stress yang dialami keluarga juga berhubungan dengan kenakalan. Faktor genetik juga termasuk pemicu timbulnya kenakalan remaja, meskipun persentasenya tidak begitu besar.

Pengaruh teman sebaya
Memiliki teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan risiko remaja untuk menjadi nakal. Pada sebuah penelitian Santrock (1996) terhadap 500 pelaku kenakalan dan 500 remaja yang tidak melakukan kenakalan di Boston, ditemukan persentase kenakalan yang lebih tinggi pada remaja yang memiliki hubungan reguler dengan teman sebaya yang melakukan kenakalan.

Kelas sosial ekonomi
Ada kecenderungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal dari kelas sosial ekonomi yang lebih rendah dengan perbandingan jumlah remaja nakal di antara daerah perkampungan miskin yang rawan dengan daerah yang memiliki banyak privilege diperkirakan 50 : 1 (Kartono, 2003). Hal ini disebabkan kurangnya kesempatan remaja dari kelas sosial rendah untuk mengembangkan ketrampilan yang diterima oleh masyarakat. Mereka mungkin saja merasa bahwa mereka akan mendapatkan perhatian dan status dengan cara melakukan tindakan anti sosial. Menjadi “tangguh” dan “maskulin” adalah contoh status yang tinggi bagi remaja dari kelas sosial yang lebih rendah, dan status seperti ini sering ditentukan oleh keberhasilan remaja dalam melakukan kenakalan dan berhasil meloloskan diri setelah melakukan kenakalan.

Kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal
Komunitas juga dapat berperan serta dalam memunculkan kenakalan remaja. Masyarakat dengan tingkat kriminalitas tinggi memungkinkan remaja mengamati berbagai model yang melakukan aktivitas kriminal dan memperoleh hasil atau penghargaan atas aktivitas kriminal mereka. Masyarakat seperti ini sering ditandai dengan kemiskinan, pengangguran, dan perasaan tersisih dari kaum kelas menengah. Kualitas sekolah, pendanaan pendidikan, dan aktivitas lingkungan yang terorganisir adalah faktor- faktor lain dalam masyarakat yang juga berhubungan dengan kenakalan remaja.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling berperan menyebabkan timbulnya kecenderungan kenakalan remaja adalah factor keluarga yang kurang harmonis dan faktor lingkungan terutama teman sebaya yang kurang baik, karena pada masa ini remaja mulai bergerak meninggalkan rumah dan menuju teman sebaya, sehingga minat, nilai, dan norma yang ditanamkan oleh kelompok lebih menentukan perilaku remaja dibandingkan dengan norma, nilai yang ada dalam keluarga dan masyarakat.


Pengertian Karakter
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988), istilah “karakter” diartikan sebagai sifat - sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang membedakan seseorang dengan yang lain, tabiat atau watak.
Sedangkan menurut Lickona dalam Sapriya (2007) mengemukakan bahwa:
Karakter dikonsepsikan memiliki tiga bidang yang saling terkait yakni Moral Knowing, Moral Feeling,dan Moral Behavior. Oleh karena itu, karakter yang baik mengandung tiga kompetensi, yakni mengetahui hal yang baik (Knowing to good) ada keinginan terhadap hal yang baik (Desiring the good), dan melakukan hal yang baik (Doing the good) sehingga pada gilirannya ia menjadi kebiasaan berpikir (habits of the mind), kebiasaan hati (habits of heart) dan kebiasaan bertindak (habits of action).
Menurut Jarolimek (1990: 53-57), sering disamakan dengan pendidikan budi pekerti . seseorang dapat dikatakan berkarakter atau berwatak jika telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya.
Karakter adalah alasan-alasan yang disadari atau tidak disadari mengapa seseorang menunjukkan perilaku tertentu. Selanjutnya Freud memaknai karakter sebagai sistem upaya yang melandasi perilaku. Dengan pengertian ini dapat dijelaskan bahwa karakter bangsa adalah alasan-alasan yang disadari atau tidak disadari yang menjadi pedoman perilaku seseorang sebagai bangsa. Dengan kata lain nation character adalah jiwa dan prinsip spiritual yang menjadi sebuah ikatan bersama baik dalam hal kebersamaan maupun dalam hal pengorbanan sebagai sebuah bangsa. Adapun sumber dari nilai-nilai karakter bangsa adalah nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila.

H. METODOLOGI PENELITIAN
Metode Penelitian
Menurut jenisnya penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analisis dimana peneliti harus mengunakan diri mereka sebagai instrument, mengikuti data. Dalam berupaya mencapai wawasan imajinatif kedalam dunia Respoden, peneliti diharapkan fleksibel dan reflektif tetapi tetap mengambil jarak.
Pada hakekatnya penelitian deskrptif ini digunakan karna beberapa pertimbangan antara lain: pertama, menyesuaikan metode deskriftif lebih muda apabila berhadapan dengan kenyataan ganda; kedua, metode ini menyajikan secara langsuang hakekat hubungan antara peneliti dan responden; ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman, pengaruh bersama dari terhadap pola-pola yang dihadapi.
Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Studi Kasus (case study) yaitu suatu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga atau gejala tertentu.
Sedangkan menurut Deddy Mulyana, Studi kasus adalah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi (komunitas), suatu program, atau suatu situasi sosial. Oleh karna itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu gambaran yang utuh dan terorganisasi dengan baik tentang komponen-komponen tertentu, sehingga dapat memberikan kevalidan hasil penelitian.




Subyek Penelitian
Dalam penelitian ini yang di jadikan objek penelitian adalah di Sekolah SMP Negri 3 subang. Peneliti mengambil objek penelitian di sekolah SMP negri 3 Subang karena sangat menarik untuk di teliti. sebatas pengetahuan peneliti, peneliti sering kali melihat para siswa nongkrong-nongkrong di jembatan pada waktu jam-jam sekolah. Maka peneliti ingin melihat lebih dekat aktifitas siswa serta kenakalan-kenakalan apa saja yang dilakukan siswa di sekolah maupun di luar sekolah, dan faktor atau latar belakang apa yang mempengaruhinya.
Adapun yang menjadi subyek penelitian di isini adalah :
Para siswa-siswi (remaja) SMP Negeri 3 Subang
Para Guru, Khususnya Guru BK SMP Negri 3 Subang
Kepala sekolah SMP Negri 3 Subang

Metode Penelitian dan Alat Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang berkaitan dengan pembahasan skripsi ini maka peneliti mengunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Koesioner
Koesioner adalah merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.
Adapun penelitian yang digunakan untuk mengukur variable kenakalan ramaja (siswa) mengenai juvenile delinquency (variable X ) adalah kuensioner skala SSHA (survery of studi habts and attitudes) dari brown dan holtzman yang sudah diadakan penyesuaian dengan lingkungan budaya indonesia dengan sekala sebagai berikut :
( 5 = selalu, 4 = sering, 3 = kadang-kadang, 2 = jarang dan 1 = tidak pernah). Sedangkan untuk mengukur varible karakter siswa (varible Y) mengakomodasi ”civics assesement kompetensi”
b. Metode Observasi
Metode observasi yaitu penyelidikan yang dilakukan dengan mengadakan pengindraan kepada objeknya dengan sengaja dan mengadakan pencatatan-pencatatan.10) Metode ini dilakukan dengan jalan mengadakan pengamatan secara sistematika terhadap objek, baru kemudian dilakukan pencatatan setelah penelitian itu selesai.

c. Metode Dokumentasi
Yaitu metode pengumpulan data, dengan cara mencari data, atau informasi, yang sudah dicatat/dipublikasikan dalam beberapa dokumen yang ada, seperti buku induk, buku pribadi dan surat-surat keterangan lainnya. Suharsimi Arikunto berpendapat bahwa: Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip buku, surat kabar, majalah, prasasti, metode cepat, legenda dan lain sebaginya.

d. Metode Interview
Sutrisno Hadi mengatakan : “Interview adalah sebagai suatu preses tanya jawab dimana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik, yang satu dapat melihat yang lain dapat mendengarkan dengan telinganya sendiri tampaknya merupakan alat pengumpul informasi langsung terhadap beberapa jenis data social

Study literatur
Studi literatur yang dalam tulisan lain disebut juga dokumentasi atau survey dokumen, adalah sebuah cara pengumpulan data dimana peneliti memperoleh informasi dari sumber tertulis atau dokumen resmi maupun tidak resmi (Sukardi, 2003:81). Studi literatur dilakukan dengan mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan penelitian sehingga diharapkan dapat memperoleh data secara teoritis sebagai penunjang penelitian.
f. Teknik Analisis Data
Setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul, kegiatan s elanjutnya adalah menganalisis data (Sugiono, 207: 2008). Yaitu suatu proses menyusun data agar dapat ditafsirkan (Nasution, 1996: 126) Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang penulis gunakan adalah:
a. Teknik analisis data kuantitatif dengan menggunakan teknik presentasi, dimana teknik presentasi dugunakan untuk mempresentasikan seberapa besar perbandingan subjek latarbelakang anak nakal dan anak biasa. Maka penghitungan yang di gunakan adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui persentase:
NA x 100% = jumlah subjek yang memiliki persentase A lebih tinggi dari N pada B
NB x 100% = jumlah subjek yang memiliki persentase B lebih tinggi dari N pada A
Rumus Persen (untuk satu orang/subjek)
∑▒〖Xa x 100%〗
NI
∑▒〖Xb x 100%〗
NI


I. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam penulisan skripsi ini, peneliti akan menyusun secara sistematis yang terdiri dari lima bab yaitu sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
BAB II STUDI KEPUSTAKAAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB IV HASIL PENELITIAN
BAB V PENUTUP
J. Jadwal Penelitian Skripsi
(Fenomena Kelakalan Remaja Dan Pengaruhnya Pada Karakter Siswa)

No
Kegiatan penyusunan skripsi Bulan ke:
1 2 3 4 5 6 7
1. Penyusunan proposal skripsi √
2. Sidang Proposal skripsi √
3. Observasi lapangan dalam mengumpulkan data penelitian √ √ √
4. Pengolahan data hasil penelitian dan menguji keabsahan data √ √ √
5. Penyusunan laporan hasil penelitian √ √ √
6. Sidang/seminar skripsi √ √
7. Penyempurnaan skripsi √ √











DAFTAR PUSTAKA

Simanjuntak, 1984, latar belakang kenakalan remaja, alumni bandung.
Arikunto, Suharsimi, 1996, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta RhinekaCipta
Kartini kartono, 1986, Patologi Social II : Kenakalan Remaja, Jakarta, PT RajaGrafindo persada
Sugiono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitati dan R&D. Bandung : Alfabeta
Atmasasmita, Romli, 1993, Problem Kenakalan Anak-anak Remaja (Yuridis Sosk Kriminologi), Bandung, Armico
Darajat, Zakiah, 1974, Problema Remaja di Indonesia, Jakarta, Bulan Bintang.
______, 1987 Pembinaan Remaja, Jakarta
Sembiring Mberguh, 2000, Kriminologi dan Remaja, Medan, UNIMED
Sudjana 1996, Metodologi Statistik, Bandung, Angkasa
Surahman Winarno, 1985, Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung, Tarsito
Willis S. Sofian, 1992, Problema Remaja, Bandung, Angkasa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar